CARAMAKAN.COM | Di perbukitan Nantou, pusat produksi teh terbesar di Taiwan, daun-daun teh yang tertiup angin menciptakan suasana yang tenang. Namun, bagi para petani, ada satu momen yang mereka nantikan—saat jutaan serangga kecil berwarna hijau melompat ke udara, tanda akan datangnya panen teh yang istimewa.
Alih-alih dianggap sebagai hama, serangga bernama Jacobiasca formosana atau jassid teh justru menjadi kunci terciptanya teh mixiang, teh beraroma madu yang semakin langka dan berharga. Saat jassid menggigit daun teh, tanaman ini bereaksi dengan menghasilkan hormon manis yang menciptakan cita rasa unik, menghasilkan teh dengan aroma alami madu yang kaya dan kompleks.
Keunikan Teh Mixiang
Teh mixiang memiliki berbagai jenis, tergantung pada tingkat oksidasi dan pemanggangan daunnya. Beberapa varian terkenal meliputi:
Teh Hitam Mixiang – Daun teh yang sepenuhnya teroksidasi, menghasilkan rasa yang lebih dalam dan kaya.
Oriental Beauty – Teh oolong dengan oksidasi sebagian tanpa pemanggangan, menghadirkan aroma bunga dan madu yang lembut.
Teh Gui Fei – Teh oolong yang dioksidasi sebagian dan dipanggang, menciptakan keseimbangan sempurna antara rasa madu dan karakter khas teh panggang.
Berbeda dengan bubble tea yang telah mendunia, teh mixiang masih menjadi permata tersembunyi di dunia teh. Namun, pesonanya kini mulai menarik perhatian internasional, terutama di kalangan pecinta teh premium.
Mendunia Bersama Saicho
Pasangan ilmuwan makanan Natalie Chiu dan Charlie Winkworth-Smith adalah contoh bagaimana teh mixiang mulai menembus pasar global. Mereka mendirikan Saicho, merek teh bersoda berbasis di Inggris-Hong Kong, yang menawarkan alternatif elegan bagi pecinta anggur.
Pada tahun 2023, dalam ajang Great Taste Awards di Inggris—sering disebut sebagai “Oscar” dunia kuliner—teh hitam mixiang dari Gunung Sixty Stone di Taiwan menarik perhatian para juri. Winkworth-Smith langsung jatuh cinta pada teh ini sejak tegukan pertama.
“Dari aroma pertama, sudah terasa istimewa. Ada wangi madu gelap, buah aprikot, lalu di lidah muncul rasa mangga matang, nanas panggang, dengan sentuhan cedar dan asap yang memperkaya kompleksitasnya,” ujarnya.
Terpikat oleh keunikan rasa tersebut, pasangan ini pergi langsung ke Gunung Sixty Stone untuk mempelajari proses produksi dan akhirnya membeli seluruh stok teh yang tersedia tahun itu—hanya 15 kilogram—untuk koleksi teh eksklusif mereka.
“Kami sangat selektif dalam memilih teh untuk Rare Tea Collection. Butuh tiga tahun hingga kami menemukan teh hitam beraroma madu ini,” kata Chiu.
Edisi terbatas teh Gunung Sixty Stone akhirnya diluncurkan tahun ini, dengan kurang dari 2.000 botol yang tersedia. Produk ini begitu eksklusif hingga hanya dijual di Harrods London dan beberapa restoran berbintang Michelin.
Dari Gempa Bumi ke Teh Premium
Teh mixiang, khususnya Gui Fei Oolong, memiliki sejarah yang menarik. Dahulu, jassid dianggap sebagai hama yang merusak panen. Namun, segalanya berubah setelah gempa bumi besar melanda Nantou pada tahun 1999.
Saat para petani sibuk membangun kembali rumah dan jalan, banyak perkebunan teh dibiarkan tanpa perawatan. Jassid berkembang biak tanpa hambatan, dan daun teh yang tergigit mulai menghasilkan aroma madu yang khas. Para petani yang awalnya ragu akhirnya memutuskan untuk memanggang daun tersebut—dan tanpa disadari, mereka telah menciptakan salah satu teh paling unik di dunia.
Nama “Gui Fei” diberikan untuk menghormati rasa dan aromanya yang mewah. Dalam bahasa Mandarin, Gui Fei berarti “pasangan bangsawan”, mengacu pada keanggunan teh ini yang mirip dengan seorang selir istana.
Kini, teh Gui Fei menjadi semakin populer dan sering kali habis terjual sebelum dipasarkan. Namun, produksinya tetap terbatas karena faktor alami.
Mengapa Teh Mixiang Begitu Langka?
Meski permintaan meningkat, teh mixiang tetap menjadi barang langka karena beberapa alasan:
- Ketergantungan pada Jassid Teh – Keberhasilan panen sangat bergantung pada apakah jassid muncul dan menggigit daun teh. Petani tidak dapat mengontrol hal ini selain dengan menghindari pestisida dan berharap serangga datang di musim panas.
- Penurunan Produksi – Daun yang telah digigit membutuhkan waktu hampir satu tahun untuk pulih, dan produksi teh bisa turun hingga 80% dibandingkan panen biasa.
- Kesulitan Pengolahan – Jika daun teh tidak dioksidasi dan dipanggang dengan benar, rasa madu bisa hilang, dan teh menjadi pahit atau apak. Dibutuhkan pengalaman dan keterampilan tinggi untuk menghasilkan teh berkualitas.
Karena alasan ini, banyak petani yang ragu untuk beralih ke budidaya teh mixiang, meskipun harga jualnya tinggi.
Menikmati Teh Mixiang di Taiwan
Bagi yang ingin merasakan langsung keunikan teh mixiang, beberapa destinasi di Taiwan menawarkan pengalaman mendalam, termasuk:
Lee Te, Lugu, Nantou – Kedai teh keluarga Lee, tempat pembuatan teh Gui Fei berkualitas tinggi.
The Red Top Tea Gallery, Taipei – Kedai teh yang dikelola oleh keluarga Lee, menawarkan berbagai pilihan teh premium.
Gunung Sixty Stone, Hualien – Kebun teh milik Junjie Lin, tempat produksi teh hitam mixiang kelas dunia.
Hsinchu dan Alishan – Daerah yang terkenal dengan Oriental Beauty dan teh oolong berkualitas tinggi.
Beberapa agen perjalanan seperti Topology Travel juga menawarkan tur teh yang mencakup kunjungan ke perkebunan, kelas membuat teh, dan upacara minum teh di hutan bambu.
Mengubah Kekurangan Menjadi Keunggulan
Seperti yang dikatakan oleh Kuo Huan-ling, pakar teh mixiang dari keluarga Lee, “Keindahan teh mixiang, seperti Oriental Beauty dan Gui Fei, adalah bagaimana kita mengubah kekurangan menjadi kelebihan.”
Apa yang dulu dianggap sebagai hama kini menjadi elemen penting dalam menciptakan salah satu teh paling berharga di dunia. Dengan cita rasa madu yang unik dan proses produksi yang penuh tantangan, teh mixiang bukan sekadar minuman—ia adalah karya seni yang lahir dari keseimbangan antara alam dan keterampilan manusia.
Bagi para pecinta teh, menikmati secangkir teh mixiang bukan hanya sekadar mencicipi rasa, tetapi juga menyelami sejarah, budaya, dan keajaiban alam Taiwan.[]