CARAMAKAN.COM | Di pasar-pasar yang ramai di Kairo hingga restoran mewah di Dubai, sebuah revolusi kuliner tengah berlangsung secara diam-diam. Makanan berbahan dasar tumbuhan, yang dulu dianggap sebagai pilihan khusus, kini telah menjadi bagian penting di wilayah yang dikenal sebagai salah satu pencinta daging terbesar di dunia.
Gerakan ini tumbuh dari kesadaran akan kesehatan, lingkungan, dan interpretasi ulang tradisi budaya, sehingga membentuk ulang hubungan Timur Tengah dengan makanan.
Menghidupkan Kembali Tradisi Kuliner
Timur Tengah memiliki sejarah panjang dengan hidangan berbasis nabati seperti hummus, tabbouleh, dan baba ghanoush—dikenal karena cita rasa yang kaya dan bahan-bahan segar. Kini, makanan tradisional ini diadaptasi untuk memenuhi selera modern. Menu seperti burger falafel, kebab nangka, dan labneh tanpa susu menjadi bukti perpaduan tradisi dan inovasi.
“Orang sering terkejut melihat betapa mudahnya masakan kami beradaptasi dengan bahan nabati,” ujar Ahmed Salah, koki dari Abu Dhabi yang menonjolkan menu vegan. “Rempah-rempah dan teknik yang kami gunakan selama berabad-abad sangat cocok untuk eksplorasi ini.”
Transformasi ini tak hanya terlihat di restoran trendi, tapi juga di rumah-rumah. Banyak keluarga mulai bereksperimen dengan hari tanpa daging, mengolah lentil, biji-bijian, dan sayuran secara kreatif dalam makanan sehari-hari.
Perubahan Gaya Hidup yang Meningkat
Pasar makanan nabati global berkembang pesat. Pada 2021, nilainya mencapai $44,2 miliar dan diproyeksikan melampaui $95 miliar pada 2029. Timur Tengah tak ketinggalan. Survei YouGov 2023 mengungkapkan bahwa 34% konsumen di UEA dan Arab Saudi secara sadar mengurangi konsumsi daging dan menambahkan lebih banyak makanan berbasis tumbuhan ke dalam pola makan mereka.
Nour Hameed, seorang wanita Riyadh berusia 29 tahun, membagikan kisahnya. “Dulu saya pencinta daging, tapi setelah tahu dampak peternakan terhadap lingkungan, saya mulai mengurangi konsumsi daging. Sekarang saya merasa lebih sehat, dan ini selaras dengan nilai-nilai saya.”
Keberlanjutan sebagai Kunci
Alasan lingkungan menjadi pendorong utama perubahan ini, terutama di wilayah yang menghadapi kelangkaan air dan suhu ekstrem. FAO mencatat bahwa peternakan menyumbang 14,5% emisi gas rumah kaca global. Dengan mengurangi konsumsi daging, Timur Tengah dapat mengambil langkah besar menuju keberlanjutan.
Pemerintah mulai bertindak. Strategi Keamanan Pangan Nasional UEA 2051 menempatkan sistem pangan berkelanjutan sebagai prioritas, dengan alternatif nabati sebagai bagian penting. Perusahaan besar seperti Beyond Meat dan Impossible Foods juga memperluas jangkauan mereka ke kawasan ini.
Wirausaha di Dunia Nabati
Lonjakan minat pada makanan nabati memicu pertumbuhan kewirausahaan. Perusahaan rintisan seperti Thryve Foods di Dubai dan Evolvin’ Women di Kuwait meluncurkan produk inovatif berbasis tumbuhan yang disesuaikan dengan cita rasa lokal. Bahkan perusahaan besar seperti Almarai, produsen susu terbesar di Timur Tengah, mulai menawarkan produk nabati.
“Makanan nabati bukan tren sementara; ini adalah masa depan,” ujar Sarah Malik, pendiri toko roti vegan di Beirut. “Konsumen menginginkan pilihan yang lebih sehat dan etis, dan dunia bisnis mulai merespons.”
Harmoni Budaya dan Agama
Bagi banyak orang di Timur Tengah, pola makan nabati selaras dengan prinsip Islam tentang moderasi, pengelolaan sumber daya, dan penghindaran pemborosan. Nabi Muhammad juga menekankan pentingnya keberlanjutan, menjadikan pola makan ini selaras dengan nilai-nilai spiritual.
Bahkan tradisi Ramadan, yang biasanya didominasi hidangan daging, kini mulai melibatkan pilihan berbasis nabati. Resep klasik diolah kembali menjadi versi yang ramah vegan, mencerminkan harmoni antara warisan budaya dan nilai-nilai modern.
Tantangan dan Masa Depan
Meskipun berkembang, gerakan ini menghadapi tantangan seperti keterikatan budaya terhadap daging, miskonsepsi soal protein, dan harga tinggi untuk beberapa alternatif nabati. Namun, edukasi dan inovasi terus membuka jalan. Para influencer dan koki media sosial memainkan peran penting dengan berbagi resep sederhana seperti maqluba vegan atau sup lentil, membuat transisi ini lebih mudah diterima.
Mengukir Masa Depan Berbasis Nabati
Gerakan makanan nabati di Timur Tengah adalah lebih dari sekadar tren. Ini adalah transformasi besar yang mencerminkan perubahan nilai-nilai kesehatan, lingkungan, dan budaya. Dengan fondasi yang kuat dalam tradisi dan kesadaran yang terus meningkat, kawasan ini berpotensi menjadi pemimpin dalam gerakan global ini.
Seperti kata Nour Hameed, “Makan nabati bukan hanya tentang makanan di piring Anda, tapi tentang dunia yang ingin Anda ciptakan.” Dari jalanan Amman hingga dapur Doha, Timur Tengah membuktikan bahwa makanan berbasis tumbuhan tidak hanya menghormati warisan, tetapi juga membawa kawasan ini menuju masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Satu hidangan pada satu waktu.[FURQ]