CARAMAKAN.COM | Ini bukan piala dunia sepak bola. Ini piala dunia kue. Bagi para pesaingnya, ajang ini bukan sekadar perlombaan. Ini adalah kebanggaan nasional. Bertahun-tahun mereka berlatih, menyempurnakan teknik, dan mengasah kreativitas demi satu tujuan: memenangkan penghargaan tertinggi di bidang kuliner dan membawa nama negara ke panggung dunia.
Pertarungan Manis di Atas Piring
Diselenggarakan setiap dua tahun sekali, kompetisi ini mempertemukan tim-tim dari berbagai negara, mulai dari Mesir, Mauritius, hingga Korea Selatan. Tahun ini, ajang bergengsi tersebut digelar pada 20-21 Januari 2025 lalu.
Setiap tim terdiri dari tiga orang spesialis—cokelat, es, dan gula—yang ditugaskan menciptakan tiga hidangan penutup khas:
- Hidangan penutup beku
- Hidangan penutup restoran, yang bisa diberi hiasan langsung di depan juri
- Cokelat pertunjukan, karya seni berbahan cokelat yang menampilkan keahlian dan kreativitas tim
Mereka hanya diberi waktu lima jam
Para koki kue ini tidak hanya bersaing dalam rasa, tetapi juga dalam estetika. Tim Tiongkok, misalnya, membuat naga rumit dari gula, sementara tim Meksiko menampilkan cita rasa khas mereka dengan memasukkan cokelat, jagung, dan bahan asli lainnya ke dalam hidangan penutup mereka.
Tak hanya dalam kreasi kuliner, nuansa budaya juga hadir dalam busana yang dikenakan. Tim Prancis tampil dengan kemeja bergaris Breton dan baret khas mereka. Tim Meksiko mengenakan topeng tengkorak ala Hari Orang Mati, sementara Tim Inggris menyiapkan hidangan mereka dengan mengenakan topi penjual koran dan dasi kupu-kupu.
Siapa yang Berjaya di Atas Panggung?
Meskipun kompetisi 2025 diadakan di Lyon, Prancis harus puas dengan medali perak.
Gelar juara kembali jatuh ke tangan Jepang, yang mempertahankan kemenangan dari edisi sebelumnya. Tim Jepang memukau juri dengan hidangan penutup restoran berupa granita lemon, pir, marigold, dan cokelat dalam bentuk daun Asanoha (rami). Sementara untuk hidangan penutup beku, mereka menciptakan camilan aprikot berbentuk gasing tradisional.
“Kami mengemas sejarah dan budaya Jepang ke dalam desainnya. Kami mampu memadukan cita rasa dan pola tradisional yang halus untuk memamerkan teknik kami,” ujar Masanori Hata, spesialis cokelat tim Jepang.
“Saya sangat terkejut dan tidak percaya saat kami diumumkan sebagai pemenang. Jepang mendapat pengakuan dalam dua turnamen berturut-turut. Saya bangga dan bahagia,” tambahnya.
Sementara itu, tim Prancis menyajikan kreasi spektakuler berbentuk telur cokelat, diisi dengan soufflé mousse cokelat-hazelnut, diberi streusel cokelat, lalu dicelupkan ke dalam mentega murni beraroma jeruk-vanila. Hidangan ini disajikan dengan es krim vanila panggang dan confit jeruk clementine, mencerminkan teknik tinggi khas Prancis.
Medali perunggu diraih oleh Malaysia, menjadikannya negara Asia Tenggara dengan peringkat tertinggi dalam kompetisi ini. Tim Malaysia mendapat pujian atas hidangan penutup beku mereka, yang digambarkan sebagai “perpaduan harmonis antara jeruk yang cerah, aprikot yang manis, dan rempah-rempah yang lembut,” sebagai penghormatan terhadap keberagaman budaya negara tersebut.
Lebih dari Sekadar Lomba Kue
Piala Dunia Kue bukan hanya tentang rasa manis di lidah. Ini adalah panggung di mana tradisi bertemu inovasi, di mana negara-negara unjuk gigi dengan keahlian kuliner terbaik mereka. Lebih dari itu, ini adalah tentang kebanggaan—bukan hanya bagi para peserta, tetapi juga bagi negara yang mereka wakili.
Dan bagi para pemenang, kemenangan ini bukan sekadar medali. Ini adalah pengakuan dunia bahwa seni kuliner mereka adalah yang terbaik. [FURQ]